TENTANG NPSN
NPSN (Nomor Pokok Sekolah Nasional) adalah kode pengenal sekolah yang bersifat unik dan membedakan satu sekolah dengan sekolah lainnya. Penerapan kode pengenal sekolah selama ini masih belum ada standar yang baku. Aturan penyusunan kode pengenal sekolah antar satu propinsi bisa berbeda dengan propinsi lain. Dengan mekanisme pemberian kode pengenal sekolah yang tidak baku secara nasional, maka rentan terjadinya data sekolah ganda yang pada akhirnya tidak mampu menjadi pembeda utama bagi sekolah-sekolah di Indonesia.
Akibat dari tidak adanya standarisasi ini, muncul kesulitan dalam proses manajemen pengeolaan data sekolah dalam skala nasional. Karena itu dirasa sangat penting untuk melakukan standarisasi kodifikasi yang diterapkan di seluruh sekolah di Indonesia. Dengan standarisasi ini, NPSN akan benar-benar bersifat unik dan menjadi pembeda utama antar satu sekolah dengan sekolah lainnya di seluruh Indonesia.
Aturan NPSN
Format nomor :
Standar kode NPSN Indonesia = 8 digit angka.
Format kode NPSN = X- YY - ZZZZZ
X = Kode Wilayah
YY = Nomor Kelompok
ZZZZZ = Serial
Kapasitas NPSN:
Total Kapasitas Jumlah Sekolah = 9,9 Juta Sekolah Per Wilayah
Kode Wilayah:
Sumatera dan sekitarnya : 1
Jawa dan sekitarnya : 2
Kalimantan dan sekitarnya : 3
Sulawesi dan sekitarnya : 4
Bali - nusa tenggara & sktarnya : 5
Maluku, papua dan sekitarnya : 6
Luar Negeri : 9
Reserved : 7 - 8
Pertimbangan format kodifikasi:
1.NPSN terdiri dari seluruhnya angka dengan jumlah digit seminimal mungkin agar mudah dihafal atau dituliskan untuk keperluan administrasi sekolah.
2.NPSN meminimalkan ketergantungan pada informasi atau data eksternal yang bisa berubah atau berganti sehingga format ini menjamin akan tetap dalam jangka waktu panjang. Sudah menjadi rahasia umum bahwa standarisasi yang berlaku di Indonesia masih sangat mungkin untuk berubah. Karena itu, satu-satunya informasi eksternal yang masuk dalam format NPSN adalah kode wilayah karena informasi ini (pasti) tetap dan tidak bergantung pada informasi di luar sekolah itu sendiri.
3.Jumlah digit urutan kode 5 digit terakhir bisa berubah (menjadi lebih atau kurang dari 5 digit), walaupun kemungkinan untuk itu sangat kecil.
Kelebihan format kodifikasi:
1.Dengan kode yang isinya sangat umum dan bersifat nasional, NPSN bisa digunakan sekolah selama sekolah masih aktif, di jenjang apa pun, di kota mana pun, mulai TK, SD/MI, SMP/MTs, SMA/SMK/MA.
2.Karena karakter yang digunakan seluruhnya berupa angka dan jumlahnya yang relatif sedikit, proses administrasi sekolah bisa menggunakan NPSN dengan mudah. Misalnya dalam pengisian lembar jawaban computer.
3.Adanya pengelompokan memungkinkan adanya kode-kode khusus untuk keperluan khusus tanpa mengubah struktur dasar dari format NPSN. Misalnya untuk kode "9" untuk sekolah yang berlokasi di luar negeri dan kode wilayah “7 & 8” untuk dicadangkan untuk kode sekolah-sekolah di wilayah lainnya.
Konsekuensi format kodifikasi:
Karena format NPSN ini cenderung bersifat kode identitas minimal makna (kecuali hanya kode wilayah) maka jumlah karakter yang dibutuhkan relatif sedikit. Namun demikian, format ini mempunyai konsekuensi di satu sisi, antara lain:
1.Untuk mengetahui informasi lebih rinci tentang sekolah (pemilik NPSN) dibutuhkan sebuah sistem penyedia informasi yang bersifat publik, mudah diakses, dan selalu up-to-date.
2.Pemberian NPSN pada sekolah tidak bisa dilakukan secara manual, melainkan harus disediakan oleh sebuah sistem manajemen yang terpusat, terpadu dan terintegrasi secara nasional untuk menghindari kesalahan pemberian NPSN.
Melihat 2 konsekuensi utama di atas, maka solusi paling tepat untuk mengatasinya adalah dengan membangun sebuah Sistem Informasi Manajemen NPSN Departemen Pendidikan Nasional yang terpadu dan tersedia secara luas dengan memanfaatkan teknologi informasi, khususnya internet atau intranet. Sistem inilah yang akan bertugas sebagai penyedia informasi NPSN lebih rinci sekaligus sebagai entry-point yang menjaga validitas NPSN yang akan diberikan pada sekolah. Walaupun demikian, sistem ini harus mampu menjaga kerahasiaan data sekolah dan memastikan data sekolah hanya bisa diakses oleh pihak-pihak yang memang berwenang dan berhak untuk mengetahuinya. Misal, dinas pendidikan kota hanya bisa melihat data sekolah yang ada di kotanya masing-masing, dinas pendidikan propinsi hanya bisa melihat data sekolah di kota/kabupaten di wilayah propinsinya saja, demikian seterusnya. Solusi ini sejalan dengan program kerja Depdiknas yang akan membangun Jardiknas (Jaringan Pendidikan Nasional) yang akan menjangkau ke seluruh kota/kabupaten dan sekolah di Indonesia.
TENTANG NPSN (NOMOR POKOK SEKOLAH NASIONAL)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar